Kamis, 13 November 2008

Peran LSM GAYa NUSANTARA Bagi Kehidupan Kaum Gay Dalam Pandangan Sosial di Masyaraka

KATA PENGANTAR
           Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan penelitian lapangan Gerakan Sosial dengan baik dan lancar. Atas rahmat dan karunia-Nya pula peneliti dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Peran LSM GAYa NUSANTARA Bagi Kehidupan Kaum Gay Dalam Pandangan Sosial di Masyarakat.” yang bertemakan gerakan transgender dengan tepat pada waktunya.
           Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Drs. Fx. Sri Sadewo Msi. selaku pembimbing dosen mata kuliah Gerakan Sosial; pengurus serta anggota kaum gay di LSM GAYa NUSANTARA sebagai responden peneliti serta pihak-pihak yang membantu dalam membuat laporan ini.
            Peneliti menyadari bahwa laporan ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, guna penyempurnaan laporan penelitian selanjutnya.
Surabaya, 14 November 2008

                                                                                                                                          Peneliti
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
              Pranata sosial yang kita masuki sebagai individu, sejak kita memasuki keluarga pada saat lahir, melalui pendidikan, kultur pemuda, dan ke dalam dunia kerja dan kesenangan, perkawinan dan kita mulai membentuk keluarga sendiri, memberi pesan yang jelas kepada kita bagaimana orang “normal” berperilaku sesuai dengan gendernya.
               Karena konstruksi sosial budaya gender, seorang laki-laki misalnya haruslah bersifat kuat, agresif, rasional, pintar, berani dan segala macam atribut kelelakian lain yang ditentukan oleh masyarakat tersebut, maka sejak seorang bayi laki-laki lahir, dia sudah langsung dibentuk untuk “menjadi’ seorang laki-laki, dan disesuaikan dengan atribut-atribut yang melekat pada dirinya itu. Demikian pula halnya dengan seorang perempuan yang karena dia lahir dengan jenis kelamin perempuan maka dia pun kemudian dibentuk untuk “menjadi” seorang perempuan sesuai dengan kriteria yang berlaku dalam suatu masyarakat dan budaya dimana dia lahir dan dibesarkan, misalnya bahwa karena dia dilahirkan sebagai seorang perempuan maka sudah menjadi “kodrat” pula bagi dia untuk menjadi sosok yang cantik, anggun, irrasional, emosional dan sebagainya.
              Proses sosialisasi peran gender tersebut dilaksanakan melalui berbagai cara, dari mulai pembedaan pemilihan warna pakaian, accessories, permainan, perlakuan dan sebagainya yang kesemuanya diarahkan untuk mendukung dan memapankan proses pembentukan seseorang “menjadi” seorang laki-laki atau seorang perempuan sesuai dengan ketentuan sosial budaya setempat.
             Pembedaan identitas berdasarkan gender tersebut telah ada jauh sebelum seseorang itu lahir. Sehingga ketika pada akhirnya dia dilahirkan ke dunia ini, dia sudah langsung masuk ke dalam satu lingkungan yang menyambutnya dengan serangkaian tuntutan peran gender. Sehingga seseorang terpaksa menerima identitas gender yang sudah disiapkan untuknya dan menerimanya sebagai sesuatu hal yang benar, yang alami dan yang baik. Akibatnya jika terjadi penyimpangan terhadap peran gender yang sudah menjadi bagian dari landasan kultural masyarakat dimana dia hidup, maka masyarakat pun lantas menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang negatif bahkan mungkin sebagai penentang terhadap budaya yang selama ini sudah mapan. Dan sampai sejauh ini yang sering menjadi korban adalah kaum perempuan.
Lebih jauh, seksualitas dikaji tidak sepenuhnya ilmiah, bukan sebagai problem, yang perlu dicarikan solusinya, yang biasanya mengandung bias kepentingan dari pemegang kekuasaan. Seksualitas hanya dikaji secara medis dan psikologis yang sebagian besar hanya berdasarkan asas kenikmatan. Tentu saja hal ini mengakibatkan kesenjangan dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih kaya dan rumit. Kajian seksualitas umumnya hanya untuk memenuhi tuntutan asas manfaat (prokreasi, misalnya), atau untuk tujuan program keluarga berencana, penanggulangan IMS dan HIV/AIDS; hal ini dibuktikan dengan tarik-menarik kepentingan antara isu kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi.
              Adanya suatu lembaga sosial masyarakat yang menaungi sekumpulan orang yang dianggap mempunyai perilaku menyimpang di dalam masyarakat adalah untuk membela kepentingan sekelompok orang tersebut. Kegiatan yang dilakukan biasanya memberikan sosialisasi mengenai hal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dari awal mula pembentukan lembaga sosial tersebut. Sebagai contoh Yayasan GAYa NUSANTARA, organisasi yang bergerak dalam penelitian dan pendidikan, penyadaran publik dan advokasi, penyediaan layanan kesehatan dan kesejahteraan seksual, dan pembangunan lembaga dan jaringan, dengan pemahaman akan keanekaragaman seks, gender dan seksualitas, menyelenggarakan Kursus Gender dan Seksualitas II dengan hibah (atau bekerjasama dengan) dari The Ford Foundation (2005-2006).
             Tanggal 1 Maret 1982, organisasi gay terbuka pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia, berdiri, dengan sekretariat di Solo. Dalam waktu singkat terbentuklah cabang-cabangnya di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan tempat tempat lain. Terbit juga buletin G: gaya hidup ceria (1982-1984). Akibat dari munculnya organisasi Lambda Indonesia, di tahun1992, terjadi ledakan berdirinya organisasi-organisasi gay di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar. Juga di tahun 1993 Malang dan Ujungpandang menyusul.
Pada tahun-tahun selanjutnya, kaum gay makin banyak mendirikan organisasi dan komunitas, hanyasaja belum berani unjuk diri secara terang-terangan ke masyarakat Indonesia. Namun, akhir-akhir ini fakta itu bergeser. Pasalnya, acara-acara TV yang menampilkan sosok gay semakin banyak. Kebanyakan dari mereka muncul untuk “menginformasikan” kehidupan kaum gay kepada masyarakat.
              Kuatnya citra gender sebagai kodrat, yang melekat pada benak masyarakat, bukanlah merupakan akibat dari suatu proses sesaat melainkan telah melalui suatu proses dialektika, konstruksi sosial, yang dibentuk, diperkuat, disosialisasikan secara evolusional dalam jangka waktu yang lama, baik melalui ajaran-ajaran agama, negara, keluarga maupun budaya masyarakat, sehingga perlahan-lahan citra tersebut mempengaruhi masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan secara biologis dan psikologis.
Melalui proses sosialisasi, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan proses sosialisasi, seseorang “diharapkan” menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya, sehingga bisa menjadi manusia masyarakat dan “beradab”.
               Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial. Sosialisasi menitikberatkan pada masalah individu dalam kelompok. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. (Soelaeman, 1998:109).

B.Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.Apakah tujuan semula didirikannya Yayasan GAYa NUSANTARA ?
2.Bagaimana Yayasan GAYa NUSANTARA melakukan kegiatan ataupun gerakan sosial ?

C.Tujuan Penelitian
1.Untuk mengetahui tujuan semula didirikannya Yayasan GAYa NUSANTARA.
2.Untuk mengetahui kegiatan ataupun gerakan sosial yang dilakukan Yayasan GAYa NUSANTARA.

D.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain untuk memperkaya ilmu tentang gerakan sosial, mengaplikasikan teori – teori yang ada dalam mata kuliah gerakan sosial, serta melatih mahasiswa untuk mandiri serta bertanggungjawab dalam melaksanakan penelitian.

BAB II
KAJIAN TEORI

             Karena itu feminis liberal berdasarkan pada keyakinan bahwa (1) semua manusia mempunyai cirri essential tertentu kapasitas sebagai agen moral dan nalar dan aktualisasi diri; (2) pelaksanaan kapasitas ini dapat dijamin melalui pengakuan legal atas hak-hak universal; (3) ketimpangan antara laki-laki dan perempuan adalah diciptakan secara social (socially contructed), dan tidak ada dasarnya dalam “alam”; dan (4) perubahan social untuk kesetaraan dapat dicapai dengan mengajak public yang rasional dan dengan menggunakan Negara.                Diskursus feminis kontemporer telah mengembangkan argument-argumen ini dengan memperkenalkan konsep gender sebagai cara untuk memahami semua cirri socially constructed dari ide-ide identitas kelamin dan dipakai untuk menghasilkan ketimpangan antara orang yang dianggap lelaki dan orang yang dianggap perempuan (misalnya, Lorber, 1994; Ferree, Lorber, dan Hess 1999). Ia juga memasukkan feminisme global yang menentang rasisme di masyarakat Atlantik Utara dan berjuang untuk “hak asasi perempuan” di mana-mana. Dan diskursus ini berlanjut dengan munculnya berbagai pernyataan fundamental dalam dokumen organisasi seperti national organization for womens statement of purpose dan Beijing Declaration; pernyataan-pernyataan organisasional ini bersandar pada teori kesetaraan manusia sebagai hak yang harus dihormati oleh negara-lokal, nasional, dan internasional. Argumen-argumen ini dimunculkan dalam perdebatan dalam soal hak politik atas kebebasan reproduksi (Bordo, 1993;Solinger, 1998), dalam debat dengan kalangan post-modernis tentang kemungkinan dan kegunaan perumusan prinsip hak-hak asasi (Green, 1995;Philips, 1993; Williams, 1991) dan dalam konsiderensi feminis terhadap karakter gender dari teori dan praktik demokrasi liberal (Haney, 1996, Hirschmann dan Di Stefano, 1996; Philips, 1993; Thistle, 2002).
                Penjelasan feminis liberal kontemporer tentang ketimpangan kemudia beralih ke keterkaitan dari empat faktor. Kontruksi sosial dari gender, devisi tenaga kerja gender, doktrin dan praktik ruang publik dan privat, serta ideologi patriarkis. Devisi seksual tenaga kerja dalam masyarakat modern membagi produksi dari segi gender dan ruang (sphere) yang disebut sebagai ruang “publik” dan “privat”; perempuan diberi tanggung jawab utama untuk ruang privat, sedangkan laki-laki diberi akses istimewa ke ruang publik (yang oleh feminis liberal dipandang sebagai lokus dari imbalan kehidupan sosial yang sesungguhnya- uang, kekuasaan, status, kebebasan, peluang untuk tumbuh dan berkembang). Fakta bahwa perempuan telah mendapatkan akses ke ruang publik tentu saja merupakan salah satu kemenangan gerakan perempuan-dan kemenangan feminisme liberal dan sosiologi feminis, karena fakta bahwa perempuan juga merasa mereka bisa meminta laki-laki membantu pekerjaan di ruang privat. Dua ruang ini secara konstan berinteraksi dalam kehidupan perempuan (dan lebih banyak ketimbang lelaki) dan kedua ruang itu masih dibentuk oleh ideologi patriarkis dan seksisme, yang juga pervasif di media massa kontemporer (Davis, 1997). Di lain pihak, perempuan menemukan pengalaman mereka dalam dunia publik pendidikan, kerja, politik meski ruang publik tersebut masih dibatasi oleh diskriminasi, marjinalisasi, dan pelecehan (Benokraitis, 1997; Gardner, 1995; Hagan dan Kay, 1995; Reskin dan Padovic, 1994; Ridgeway, 1997). Di lain pihak, di ruang privat, mereka mendapati diri mereka dalam ”ikatan waktu” saat mereka kembali dari kerja ke rumah untuk ”shift kedua”, kerja merawat anak dan rumah, sebuah ide yang dicangkokkan oleh ideologi keibuan (mothering) (Hays, 1996; Hochschild, 1989, 1997; Shelton, 2000). Tekanan pada kerja perempuan ini terjadi dengan cara interaksi yang kompleks-dan salah satu ciri teori feminis kontemporer adalah upayanya untuk memahami interaksi-interaksi tersebut. Kemampuan perempuan untuk bersaing dalam karir dan profesi dirintangi oleh tuntutan dari ruang privat (Waldfogel, 1997). Tuntutan dari ruang publik untuk “face time” dan komitmen total yang pada dasarnya bersifat patriarkis menambah.
                Feminisme Psikoanalisis. Feminisme Psikoanalisis kontemporer berupaya menerangkan sistem patriarki dengan menggunakan teori Freud dan pewaris intelektualnya (Benjamin, 1988; 1996; Chodorow, 1978, 1990, 1994, 1999; Dinnerstein, 1976; Langford, 1999).3 Teori-teori ini memetakan dan menekankan dinamika emosional kepribadian, emosi yang sering terpendam di bawah sadar yang telah dikatakan sebagai metode yang logis, objektifitas, berjarak, kontrol, ketiadaan pengaruh kini diinterpretasikan sebagai buatan dari kepribadian jenis kelamin. Begiti pula tema kultur populer seperti citra lelaki dominan atas wanita ditafsir ulang oleh teoritisi feminis psikoanalisis sebagai tanda kerusakan ketegangan yang diharuskan antara kebutuhan individuasi dan kebutuhan penghargaan (Benjamin, 1985, 1988; Brennan, 1994; Chancer, 1992). Bila kerusakan ini tercapai dalam kultur atau kepribadian, akan menimbulkan dua jenis patologi yang cukup hebat. Dominator yang terlalu individualis yang hanya “mengakui” orang lain melalui tindakan kontrol, dan subordinat yang terlalu tidak individualis yang melepaskan tindakan bebas hanya untuk mendapatkan identitas sebagai cerminan dari dominator tersebut.4
Teori Gender
              Oleh karena gender merupakan suatu istilah yang dikonstruksi secara sosial dan kultural untuk jangka waktu yang lama, yang disosialisasikan secara turun temurun maka pengertian yang baku tentang konsep gender ini pun belum ada sampai saat ini, sebab pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan hubungan gender dimaknai secara berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dari satu budaya ke budaya lain dan dari waktu ke waktu. Meskipun demikian upaya untuk mendefinisikan konsep gender tetap dilakukan dan salah satu definisi gender telah dikemukakan oleh Joan Scoot, seorang sejarahwan, sebagai “a constitutive element of social relationships based on perceived differences between the sexes, and…a primary way of signifying relationships of power.” (1986:1067)
              Sebagai contoh dari perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk oleh manusia.
               Gender bisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah, identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki.
             Disinilah kesalahan pemahaman akan konsep gender seringkali muncul, dimana orang sering memahami konsep gender yang merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”, sebagai sesuatu hal yang sudah melekat pada diri seseorang, tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Padahal kodrat itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain berarti “sifat asli; sifat bawaan”. Dengan demikian gender yang dibentuk dan terbentuk sepanjang hidup seseorang oleh pranata-pranata sosial budaya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi bukanlah bukanlah kodrat.
Teori Perilaku Menyimpang Oleh Emile Durkheim
                Teori-teori umum tentang penyimpangan berusaha menjelaskan semua contoh penyimpangan sebanyak mungkin dalam bentuk apapun (misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri dan lain-lain). Berdasarkan perspektifnya penyimpangan ini dapat digolongkan dalam dua teori utama. Perpektif patologi sosial menyamakan masyarakat dengan suatu organisme biologis dan penyimpangan disamakan dengan kesakitan atau patologi dalam organisme itu, berlawanan dengan model pemikiran medis dari para psikolog dan psikiatris. Perspektif disorganisasi sosial memberikan pengertian pemyimpangan sebagai kegagalan fungsi lembaga-lembaga komunitas lokal. Masing-masing pandangan ini penting bagi tahap perkembangan teoritis dalam mengkaji penyimpangan.
1.Teori Labeling
               Teori-teori umum tentang penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk penyimpangan. Tetapi teori-teori terbatas lebih mempunyai lingkup penjelasan yang terbatas. Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis penyimpangan tertentu saja, atau untuk bentuk substantif penyimpangan tertentu (seperti alkoholisme dan bunuh diri), atau dibatasi untuk menjelaskan tindakan menyimpang bukan perilaku menyimpang. Dalam bab ini perpektif-perpektif labeling, kontrol dan konflik adalah contoh-contoh teori-teori terbatas yang didiskusikan.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan agen kontrol sosial. Teori ini memperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label, menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu merasa teralienasi. Menurut teori labeling, pemberian sanksi dan label yang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
2.Teori Kontrol
               Perspektif kontrol adalah perspektif yang terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.Sifat Penelitian
              Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.5 Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan utuh mengenai gay hidup seorang gelandangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yakni peneliti berusaha memahami makna dari peristiwa atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat dan suatu hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Untuk memahami apa dan bagaiamana suatu peristiwa tersebut dapat tumbuh dan berkembang dalam dunia sosial. Tujuan fenomenologi adalah untuk dapat mengambarkan perilaku-perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupannya.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
             Penelitian ini akan dilaksanakan selama 1 bulan atau 30 hari terhitung mulai pertengahan bulan Oktober-November 2008. Alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut karena selain memenuhi syarat sebagai obyek penelitian, juga karena mudah dijangkau dalam segi waktu dan biaya. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Jl. Mojo Kidul I/11 A Surabaya.
C. Subjek Penelitian
           Subyek dalam penelitian ini adalah pengurus dan kaum gay yang menjadi anggota yang ada di Yayasan GAYa NUSANTARA.
D. Teknik Pengumpulan Data
           Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara in-depth interview. Pengamatan dilakukan dengan mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh yayasan GAYa NUSANTARA yang menaungi kaum gay di Surabaya.
           Peneliti terlebih dulu melakukan getting in untuk menyesuaikan diri dengan subjek penelitian dan agar lebih akrab dengan subjek penelitian Hal ini dimaksudkan agar subjek penelitian dapat mengungkap secara bebas tentang apa yang diketahuinya. Peneliti melakukan wawancara secara mendalam agar informasi yang diberikan subjek penelitian tetap relevan dengan topik penelitian. namun peneliti tetap mengikuti alur pembicaraan dari subjek peneliti dangan menafsirkan ucapannya, sehingga data yang diperoleh lengkap dan mendalam.
           Peneliti menggali informasi pertama kali dari orang-orang yang berjualan di pasar dan tingga disitu, karena dari pihak inilah peneliti mendapatkan informasi pertama kali. Peneliti berusaha mengali informasi sedalam mungkin tentang kondisi lokasi penelitian, sedangkan data in-depth interview yang dikumpulkan berupa jawaban-jawaban, ucapan-ucapan ataupun perilaku ataupun fenomena yang nampak, kemudian memahami artinya secara mendalam dan dicatat dalm field note.
E. Teknik Analisis Data
         Analisis data merupakan mengatur, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian data. Langkah pertama pengolahan data adalah data yang telah terkumpul baik data observasi maupun data wawancara kemudian dipilah-pilah untuk menentukan data mana yang akan digunakan. Kedua, mengkategorikan data-data yang telah dipilah untuk digunakan dalam setiap bahasan. Ketiga, melakukan reduksi data, yaitu dengan membuat rangkuman dari hasil observasi dan wawancara. Keempat, data yang telah dikategorikan kemudian dianalisis dengan teori yang telah disusun pada bab II.


BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A.Sejarah Berdirinya LSM GAYa NUSANTARA
           Dari sejak awal sejarah manusia telah ada yang melakukan penyeberangan gender maupun menjalin hubungan erotik romantik dan/atau ritual dengan sesama gender atau antara penyeberang gender dan gender yang ada dalam masyarakat. Dalam kebanyakan hal, hubungan itu berlangsung bersamaan dengan hubungan perkawinan atau sebelumnya. Homoseks eksklusif (gay/lesbian) memang baru meluas dalam jaman modern, terutama pada abad ke 20.
             Sosok lesbian, gay, atau waria masih kerap dilihat sebagai sosok yang aneh, weird. Banyak orang yang masih merasa jengah ataupun canggung untuk bergaul dan berakrab-akrab dengan para lesbian, gay atau waria yang berada di lingkungan masyarakat. Kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), memang berbeda dalam hal gender dan orientasi seksual. Kaum LGBT tersebut juga memperoleh sikap negatif dari masyarakat yang mengenal mereka.
Berikut ini perjalanan sejarah kaum gay, waria dan lesbian yaitu sebagai berikut :
1869: Dr K.M. Kertbeny, seorang dokter Jerman-Hongaria, menciptakan istilah homoseks dan homoseksualitas.
1920-an: Komunitas homoseks mulai muncul di kota kota besar Hindia Belanda.
± 1968: Istilah wadam diciptakan sebagal pengganti yang lebih positif bagi istilah banciatau bencong.
± 1980: Istilah wadam diganti menjadi waria karena keberatan sebagian pemimpin Islam, karena mengandung nama seorang nabi, yakni Adam a.s.
1981: Kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang kemudian dinamakan AIDS ditemukan di kalangan gay di kota kota besar Amerika Serikat, Kemudian ternyata bahwa HIV, virus penyebab AIDS, tidak hanya ditularkan melalui hubungan seks anal antara laki laki saja.
1989: Denmark menjadi negeri pertama di mana dua warga bergender sama dapat mencatatkan kemitraan (registered partnership) dengan hak-hak hampir sama dengan perkawinan.
               Di mata agama manapun, relasi seksual yang dilakukan seorang LGBT masih banyak diyakini sebagai perbuatan dosa. Sementara di sisi lain, kita sebagai manusia juga tak bisa menghindari kenyataan diri sebagai individu dengan orientasi seksual ataupun identitas gender LGBT. Meskipun banyak kawan LGBT yang kemudian memisahkan soal orientasi seksual ataupun identitas gendernya dengan soal keyaknan religiusnya, banyak juga dari mereka yang terombang-ambing antara orientasi seksual ataupun identitas gendernya dengan keyakinan relgusnya. Maka dari itu dibentuklah sebuah lembaga yang khusus menaungi kaum LGBT. GAYa NUSANTARA adalah lembaga sosial masyarakat yang khusus menaungi kaum gay. Lembaga ini terbentuk sebagai tempat bernaung kaum gay yang mayoritas akan terkucilkan dari masyarakat dan lembaga tersebut juga selalu melakukan kegiatan-kegiatan sosial.
            Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh lembaga GAYa NUSANTARA (GN) diantaranya adalah memfasilitasi jasa layanan kesehatan bagi para kaum LGBT, mengadakan acara bedah buku, memutar film pendek sebagai pengetahuan bagi para kaum LGBT, membuat sebuah bulletin bulanan yang menampung setiap inspirasi, ide, cerita, puisi ataupun berbagai kisah yang menarik. Dari GN, semua informasi tentang kaum LGBT pun diperoleh.
Berikut ini nama lembaga-lembaga sosial masyarakat yang menaungi kaum homoseksual atau gay dan tahun berdirinya:
1.1969: Organisasi wadam pertama, Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD) berdiri, antara lain difasilitasi oleh Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin.
2.1978: International Lesbian and Gay Association OLGA) berdiri di Dublin, Irlandia.
3.± 1980: Istilah wadam diganti menjadi waria karena keberatan sebagian pemimpin Islam, karena mengandung nama Nabi Adam as.
4. 1 Maret 1982: Organisasi gay terbuka pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia, berdiri, dengan secretariat di Solo. Segera terbentuk cabang-cabang di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan tempat tempat lain. Terbit buletin ''G: Gaya Hidup Ceria'' (1982 1984).
5.1985: Kaum gay di Yogyakarta mendirikan Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY) dengan terbitan Jaka.
6.1 Agustus 1987: Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN, kemudian dipendekkan menjadi GAYa NUSANTARA (GN)) didirikan di Pasuruan-Surabaya sebagai penerus Lambda Indonesia. Menerbitkan majalah/buku seri GAYa NUSANTARA.
7.1988: Persaudaraan Gay Yogyakarta diteruskan menjadi Indonesian Gay Society (IGS).
8.1990: International Gay and Lesbian Human Rights Commission (IGLHRC) berdiri di San Francisco, Amerika Serikat.
9.1992: Berdiri organisasi-organisasi gay di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar.
10.1993: Berdiri organisasi gay di Malang dan Ujungpandang.
11.1993: Isyu orientasi seksual masuk dalam agenda Konferensi PBB tentang Hak Asasi Manusia di Wina, Austria, tetapi ditentang oleh negara negara konservatif, termasuk Singapura.
12.Des. 1993: Kongres Lesbian & Gay Indonesia (KLGI) I diselenggarakan di Kaliurang, DIY. Diikuti sekitar 40 peserta dari Jakarta hingga Ujungpandang. Menghasilkan 6 butir ideologi pergerakan gay dan lesbian Indonesia. GAYa NUSANTARA mendapat mandat untuk mengkoordinasi Jaringan Lesbian & Gay Indonesia (JLGI).
13.1994: Afrika Selatan menjadi negara pertama dengan jaminan non-diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dalam UUD-nya.
14.Des. 1995: KLGI II diselenggarakan di Lembang, Jawa Barat. Diikuti makin banyak peserta dari Jakarta hingga Ujungpandang.
15.22 Jul. 1996: Partai Rakyat Demokratik (PRD) menjadi partai pertama dalam sejarah Indonesia yang mencantumkan "hak hak homoseksual dan transeksual" dalam manifestonya.
16.Nov. 1997: KLGI III diselenggarakan di Denpasar. Pertama kali wartawan dapat meliput di luar sidang sidang. A,I, diputuskan untuk sementara diselenggarakan rapat kerja nasional karena dipertanyakan apakah kongres efektif.
17.Juni 1999: Gay Pride dirayakan di Surabaya, kerja sama antara GN, Persatuan Waria Kota Surabaya (PERWAKOS) don Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL).
18.Sep. 1999: Rakernas JLGI di Solo diancam akan diserang oleh Front Pembela Islam Surakarta (FPIS), sehingga dibatalkan.
19.Okt. 1999: Pada International Congress on AIDS in Asia and the Pacific (ICAAP) ke 5 di Kuala Lumpur, Malaysia, dibentuk jaringan lesbian, gay, biseks, waria, interseks dan queer se-Asia/Pasifik bernama Asia/Pacific Rainbow (APR). GN ikut menjadi pendiri.
20.7 November 1999: Pasangan homo Dr Mamoto Gultom (41) dan Hendy M. Sahertian (30) bertunangan sekaligusmendirikan Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN) yang bergerak dalam pencegahan penyakit HIV/AIDS di kalangan gay.
21.Mar. 2000: IGS mendeklarasikan 1 Maret sebagai Hari Solidaritas Lesbian & Gay Nasional.
22.Nov. 2000: Kerlap-Kerlip Warna Kedaton 2000, acara pendidikan HIV/AIDS melalui hiburan di Kaliurang, DIY, diserang oleh serombongan laki-laki yang menamakan dirinya Gerakan Anti-Maksiat (GAM). Sempat terbentuk front bersama berbagai organisasi yang menentang kekerasan, tetapi karena intimidasi pihak GAM lambat-laun mengecil dan bubar.
23.Apr. 2001: Negeri Belanda menjadi negeri pertama yang mengesahkan perkawinan untuk semua orang (termasuk gay dan lesbian). Salah seorang dari pasangan yang kawin harus warga atau penduduk tetap Belanda.
24.Jul. 2001: Perdebatan tentang orientasi seksual kembali hangat di Konferensi Dunia Melawan Rasisme di Durban, Afrika Selatan.
25.Apr. 2003: Brasil mengusulkan kepada Komisi Tinggi PBB untuk HAM agar orientasi seksual dimasukkan sebagai salah satu aspek HAM. Pengambilan keputusan ditunda. Dalam prosesnya, Vatikan mendesak pemerintah-pemerintah Amerika Latin lainnya untuk menentang usulan ini.
26.Jun. 2003: Pemerintah Canada dinyatakan inkonstitusional oleh Pengadilan Tinggi Ontario di Toronto ketika menolak pencatatan perkawinan antara dua orang bergender sama. Pengadilan Tinggi segera memerintahkan dimungkinkannya pencatatan sipil perkawinan homoseks, tanpa mensyaratkan pasangan warga negara atau penduduk tetap Canada.
27.6 September 2003: Bertempat di Planet Pyramid, Parangtritis, Yogyakarta, berlangsung perkawinan homo William Johanes (Belanda) dan Philip Iswardono (Indonesia).
28.2004: Digelar Kontes Miss Waria Indonesia. Megi Megawati (bernama asli Totok Sugiarto) terpilih sebagai pemenang.
29.2004: Jurnal Justisia dari Fakultas Syariah IAIN Semarang (edisi 25/Th XI), mengkampanyekan ajaran dan praktik homoseksual. Jurnal itu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual (eLSA, 2005). Dalam buku tersebut dijelaskan strategi gerakan untuk melegalkan perkawinan homo di Indonesia.
30.2005: Digelar Kontes Pemilihan Miss Waria Indonesia di Gedung Sarinah, Jakarta Pusat. Gubernur Sutiyoso menyumbang Rp 100 juta. Sebanyak 30 waria dari berbagai daerah mengikuti kontes ini. Olivia Lauren, kontestan dari Jakarta, terpilih sebagai Miss Waria Indonesia 2005. Penyematan mahkota langsung dilakukan Miss Waria Indonesia 2004 Megi Megawati. Menurut Ketua Dewan Juri Ria Irawan, salah satu penilaian adalah kesempurnaan fisik peserta yang menyerupai wanita. "Pemenang akan dikirim ke ajang internasional," kata Ria Irawan, kala itu. Acara ini didemo FPI.
31.15 Januari 2006: Terbentuk Arus Pelangi di Jakarta, yakni LSM tempat mangkalnya kaum lesbian dan, gay, bisexual dan transgender (LGBT).
GAYa NUSANTARA COMMUNITY CENTRE (GNCC) dimaksudkan sebagai media untuk mewadahi berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh komunitas gay, lesbian, biseksual dan waria. Sebagai sebuah Community Centre, GNCC memang masih belum mampu menampung semua kegiatan kawan-kawan di komunitas ini. Namun sejauh ini GNCC masih cukup memadai untuk sebuah pertemuan kecil, kegiatan diskusi kelompok, bahkan beberapa kawan sempat memanfaatkan GNCC untuk latihan tari. Dengan berbagai keterbatasannya (terutama masalah ruangan), GNCC juga merupakan tempat yang cukup efektif untuk bertemu dan saling berkenalan antara kawan. Kegiatan utama di GNCC saat ini antara lain adalah:
1.PUSAT INFORMASI, yaitu pelayanan informasi seputar komunitas GLBT kepada semua kawan yang membutuhkannya. Informasi yang diberikan meliputi masalah Kesehatan Seksual (HIV-AIDS dan IMS), masalah Perkawanan dan berbagai informasi mengenai lokasi ngeber (cruising), acara-acara komunitas GLBT dan informasi-informasi lainnya yang berhasil kami himpun. Pelayanan informasi ini disampaikan melalui media telepon dan internet, selama jam kerja.
2.MEDIA KONSELING, yaitu pelayanan konsultasi, curhat ataupun sharing untuk masalah pribadi, dari, oleh dan untuk kawan gay, lesbian, biseksual dan transgender. Baik untuk masalah kesehatan fisik maupun kesehatan psikologis seperti masalah-masalah tentang asmara, seksualitas, jati diri dan sebagainya. Konseling GN dilayani melalui telepon (031) 709 701212 setiap hari pk. 15.00 s/d pk. 21.00 .
3.PENERBITAN MAJALAH GN. Gaya Nusantara menampung semua informasi, ide-ide dan kreativitas komunitas gay, lesbian, biseksual dan transgender, dan menerbitkannya melalui majalan GN setiap bulan.
"Perjuangan" kaum gay menempuh beberapa tahapan. Seperti dikutip Gatra edisi 4 Oktober 2003, gembong Yayasan Gaya Nusantara yang juga dosen Universitas Airlangga, Surabaya, ini, menyebutkan, fase gerak kaum homo dari underground hingga terang-terangan. Di masa ngumpet, tempat ngumpul mereka misalnya di Heaven Club, sebuah diskotek khusus gay di kawasan Dharma-wangsa Square, Jakarta Selatan. Setiap Rabu malam, di sini digelar Brandy Bunch. “Brandy” adalah istilah gaul untuk kata “brondong”, yang artinya ABG belia. Karenanya Brandy Bunch acap disebut Campus Gay Night, yang berlangsung se-jak 2002 dan diresmikan pada 27 Oktober 2003.

B.Tokoh Pendiri LSM GAYa NUSANTARA
          Pria kelahiran Pasuruan 6 Desember ini bisa dikatakan sebagai 'Bapak Gay Indonesia', karena beliaulah orang pertama di Indonesia yang berani secara terbuka di depan umum mengakui orientasi seksualnya sebagai gay. Keinginannya agar kaum gay bisa diterima tanpa ada perbedaan di dalam masyarakat, membuat Pak Dede Utomo mendirikan GN. Melalui GN inilah, apa yang menjadi cita-cita dan keinginan Pak Dede untuk memajukan kamu gay di Indonesia berusaha direalisasikan. Meski sekarang ini Pak Dede semakin banyak kesibukan, namun GN tetap tidak ditinggalkannya, selalu ada waktu untuk GN. Penerima penghargaan internasional Felipa De Souza Award 1998 di New York ini, juga memberi kesempatan bagi gay-gay generasi baru untuk mengekspresikan potensi dirinya. Itu sebabnya penganut vegetarian ini sekarang memilih menjadi Dewan Pembina saja di GN dan menyerahkan posisi ketua GN kepada aktivis-aktivis yang lain. Di berbagai kesempatan, penulis buku 'Memberi Suara Pada Yang Bisu' ini, masih laris juga sebagai narasumber untuk kegitan-kegiatan seminar di bidang gender, kesehatan seksual, sosial maupun politik. Bukan cuma di Indonesia saja, namun juga di mancanegara.

Bendahara GN: R.P. RUDY REJEKI
Pria berkulit putih ini juga merupakan pendiri GN, dan saat ini posisinya di GN sebagai Bendahara Tidak banyak yang berubah dari pria ini, selalu tampil ceria di setiap kesempatan dengan joke-joke maupun gossip-gossip setiap gerak-geriknya. Belum lagi kebiasaannya yang selalu berbedak di setiap kesempatan dan waktu, semakin menambah seru saja penampilannya. Hobbynya memasak masih tetap dilakukannya disela-sela waktu senggangnya. Dia juga kolektor dan pedagang barang antik serius di Galeri Bidadari.

Sekretaris GN: POEDJIATI TAN SUHARTONO
Pria kelahiran Jombang 3 April ini meski memiliki tubuh yang super macho, namun pria berbulu lebat ini memiliki hobby yang super lembut yaitu memasak. Apa saja jenis masakan yang dibuat pasti membuat yang memakannya akan ketagihan dan mau nambah lagi, maklum luar biasa lezatnya. Di GN sendiri, Mas yang berstatus duda ini juga menjadi komando untuk kegiatan edutaiment GN yang sukses bikin pementasan Operet Peduli AIDS di Studio East Diskotik Surabaya.

SIGIT, Bagai pengguna layanan telepon Hotline GN, pasti sudah tidak asing lagi mendengar suara pria yang lahir di Manado 15 juli ini. Meski terbilang baru sebagai aktivis GN, pria berpenampilan kalem ini sebenarnya orang lama di dunia gay. Selain menangani konseling di Hotline GN, pria berambut keriting ini juga menjabat sebagai Kepala Divisi Penyadaran Publik dan Advokasi GN. Perubahan pada buku GN yang dimulai pada tahun 2003 juga merupakan hasil kerja kerasnya, hasil dari magang di Galang Press Jogja beberapa waktu yang lalu. Di luar urusan GN, alumnus UNS Solo ini lebih suka menikmati privasi bersama pasangan tetapnya.
    
C.Ideologi LSM GAYa NUSANTARA

            GAYa NUSANTARA berdiri bukan tanpa tujuan. Visi lembaga GAYa NUSANTARA adalah Terwujudnya tatanan sosial yang menerima dan menghargai hak-hak asasi manusia, keragaman seks, gender, seksualitas dan kesejahteraan seksual, atas dasar Kerelawanan, Demokrasi, Anti kekerasan, Independensi serta Keterbukaan. Sedangkan misi yang ingin dicapai oleh GAYa NUSANTARA adalah melakukan pendidikan dan penyadaran publik, menyediakan dan mengembangkan media untuk saling berkomunikasi, berdiskusi, dan berjaringan serta menyediakan pelayanan untuk kesejahteraan seksual yang optimal, aktualisasi diri dan kebebasan berekspresi dan membangun jaringan, memperkuat organisasi, dan bekerjasama dengan organisasi yang mempunyai tujuan serupa. Nilai-nilai dasar yang ada pada lembaga GAYa NUSANTARA adalah :
1. Kerelawanan: bekerja tanpa pamrih yang mengutamakan kepentingan dan tujuan organisasi sesuai visi dan misi.
2. Demokrasi: pengambilan keputusan yang terbuka, partisipatif dengan kemampuan menerima perbedaan dan kesetaraan.
3. Anti kekerasan: lebih mengutamakan dialog untuk mencapai kesepakatan dan berupaya sekuat mungkin untuk menghindari kekerasan secara phisik, psikis, sosial dan budaya sebagai bagian dari upaya penegakan HAM dan dan memerangi ketidak adilan.
4. Independensi: kebebasan untuk menentukan arah dan tujuan organisasi, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pihak lain.
5. Keterbukaan: konsisten dan jujur dalam memberikan fakta dan informasi yang sesungguhnya sejauh untuk kepentingan dan tujuan organisasi serta visi dan misi.
Ke "KHAS" an GAYa NUSANTA adalah pelopor organisasi gay di Indonesia yang terbuka dan bangga akan jati dirinya serta tidak mempermasalahkan keragaman seks, gender dan seksualitas serta latar belakang lainnya.

D.Konflik dalam LSM GAYa NUSANTARA
             Sebuah LSM yang ada di dalam maupun di luar negeri yang dikhususkan untuk kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) juga tidak dapat menghindari konflik yang terjadi. Seperti yang terjadi di New York, Amerika Serikat pada Juni 1969, berlangsung Huru-Hara Stonewall, ketika kaum waria dan gay melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar bernama Stonewall Inn. Peristiwa ini dianggap permulaan pergerakan gay yang terbuka dan militan di Barat, dan kini dirayakan dengan pawai dan acara-acara lain, termasuk di Israel, Amerika Latin, Jepang, Pilipina, India dan Indonesia.
              Akhir Akhir Ini, Kelompok Waria, bukan saja semakin BERANI bahkan semakin GANAS. Kelakuan Musdah dan The Jakarta Post tadi, merupakan bagian dari strategi besar gerakan kaum hombreng di Indo-nesia untuk mencapai tujuannya. Sebagaimana disebutkan dalam buku Indah-nya Kawin Sesama Jenis (halaman 15), strategi gerakan untuk melegalkan per-kawinan homoseksual di Indonesia adalah:
(1) Mengorganisir kaum homo-seksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara,
(2) Memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkan-nya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya,
(3) Melakukan kritik dan reak-tualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual,
(4) Menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan per-kawinan harus antara laki-laki dan wanita.

             Selain konflik yang terjadi di dalam LSM, sebenarnya tujuan didirikannya LSM khusus kaum LGBT seperti GAYa NUSANTARA adalah untuk memberikan sosialisasi dan pembelajaran kepada kaum gay dalam bidang sosial, kesehatan dan politik. Lewat siaran TV sosialisasi homo terus digencarkan. Misalnya secara halus melalui pemutaran film seri Teletubbies. Film boneka karya Anne Woods dan Danrew Davenport ini pertama kali mun-cul di Inggris tahun 1995, dan di sini diputar oleh Indosiar. Menurut Jerry Falwell dalam artikel-nya di National Liberty Journal (Feb-ruari 1999), Television in the tummy of the babies yang diperankan empat boneka gendut bernama Tinky-Winky (berwarna ungu), Dipsy (hijau), Laa-Laa (kuning), dan Po (merah), membawa misi homoseksualitas lewat tokoh Tinky-Winky. "Tinky-Winky berwarna ungu, warna kebanggaan kaum gay dan mem-punyai antena segitiga terbalik di kepalanya yang adalah simbol kebang-gaan gay," ungkap Falwell. Majalah Time edisi 12 Oktober 1998 menyebutkan, tas atau dompet merah yang ditenteng Tinky-Winky adalah identitas kaum gay Inggris.
           Perilaku si Ungu memang slebor. Dia tokoh laki-laki, tapi suka bunga, mem-bawa dompet merah, juga suka menari dan menyanyi serta berebut rok dengan Po. Dan yang tak ketinggalan: berpe-lukaaan. Misi siaran Teletubbies, seperti dise-butkan Berit Kjos di situs Edutainment: "Secara tidak disadari, anak-anak diben-tuk Teletubbies untuk bisa menerima kelainan-kelainan perilaku seksual seperti biseksual, homoseksual, dan lesbian sebagai sesuatu yang wajar.'' Tinky Winky is homo!
Sekarang, di televisi, kaum homo mendapat panggung promosi yang luas. Tessy, Dorce, Irfan Hakim, Ivan Guna-wan, Eko Patrio, adalah sebagian seleb populer yang biasa mendakwahkan laki-laki kemayu. Sejumlah musisi lelaki pun tak sungkan memakai gelang, kalung, anting, atau tindik. Entah, apakah mereka juga hombreng seperti seleb manca semisal George Michael, Elthon John, Mickey Rourke, Bob Geldof, Nono Ex-treme, Prince, David Bowie, Kenny G serta Michael Bolton.
            Kini, menurut klaim Kelompok Arus Pelangi, di sejumlah tempat di Indonesia, perilaku homoseks sudah diterima dan diakui. “Kita mengetahui bahwa di Pono-rogo (Jawa Timur) telah ada pengakuan homoseksualitas,” ujar pemimpin Arus Pelangi, Rido Triawan. Arus Pelangi adalah LSM tempat mangkalnya kaum lesbian, gay, bisexual, dan trans-gender (LGBT).
Merujuk pada buku Javanese Lives: Women and Men in Modern Indonesia Society (1991) karya Walter L William, dalam budaya Jawa awam, homoseksual sering diterima sebagai hal yang lumrah. Buku ini berisi 27 riwayat hidup wanita dan pria Jawa hombreng dari berbagai kalangan. Produk-produk kampanye ''Sipilis'' pun semakin gencar mempromosikan homoseksualitas. Misalnya lewat situs JIL, tulisan anak-anak ''Sipilis'' UIN, juga Majalah Syir'ah yang rajin membagus-baguskan kebejatan.
            Gerakan homo pun merambah wila-yah politik. Ditandai dengan isu yang digelindingkan Partai Rakyat Demokratik (PRD) bahwa kepentingan kaum gay perlu terwadahi di legislatif. Dalam manifesto-nya sendiri, PRD mencantumkan "hak-hak homoseksual dan transeksual". Alasannya, komunitas ini sudah cukup banyak. Belum lama ini, sosok waria pun sudah berani mencoba untuk ikut fit and proper test di Gedung DPR.
              Sampai saat ini, tidak ada angka pasti berapa jumlah homo di Indonesia. Tapi, pada tahun 2003 saja, klaim hasil survei Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN) LSM yang bergerak dalam pencegahan penyakit HIV/AIDS di kalangan homoseks menyebut adanya 4000 hingga 5000 orang homo di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Bahkan Dede Oetomo memperkirakan secara nasional jumlahnya telah mencapai sekitar 1 % dari total penduduk Indonesia.
              Menurut Dede Oetomo, gerakan homo memasuki fase semifinal bila regulasi perkawinan (UU Perkawinan No 1/1974) bisa didobrak sehingga melegalkan perkawinan homo. Diam-diam, praktik perkawinan homo sendiri sudah dimulai pada 2003. Bertempat di Planet Pyramid, restoran ternama di Jalan Parangtritis, Yogyakarta, pada 6 September 2003 pasangan hombreng William Johanes (59, Belanda) dan Philip Iswardono (37, Indonesia) melangsungkan perkawinan. Sebelumnya, pasangan homo Dr Mamoto Gultom (41) dan Hendy M. Sahertian (30) telah bertunangan pada 7 November 1999. Mereka kemudian hidup serumah di kawasan Pondok Gede. Rumah itu sekaligus markas Yayasan Pelangi Kasih Nusantara (YPKN), yang bergerak dalam pencegahan penyakit HIV/AIDS di kalangan homoseks.
             Pada Senin, 13 Juni 2005, pukul 08.30 WIB, acara Good Morning Trans TV menampilkan wanita lesbi bernama Agustin. Ia mengaku sudah 13 tahun hidup bersama pasangan lesbong-nya. Agustin yang kini pekerja di LSM Koalisi Perempuan Indonesia, ingin jujur dan mengimbau masyarakat bisa memahami dan menerimanya. Praktik hubungan seksual dan perkawinan sesama jenis, katanya, adalah sesuatu yang baik. Omongannya dibenarkan seorang psi-kolog wanita narasumber TransTV yang mengatakan bahwa homoseksual dan lesbian bukan praktik yang abnormal, tetapi merupa-kan orientasi dan praktik seksual yang normal.
            Pernikahan anak manusia yang ab-normal seperti itu niscaya akan semakin banyak, seiring bertambahnya pelaku dan korban homo. Dan, tuntutan regulasi bakal semakin mereka desakkan atas nama konstituen. Empat tahun lalu misalnya, Ulil Abshar Abdalla bersekongkol mener-bitkan siaran pers bersama LSM Pelangi (Perhimpunan Lesbian dan Gay Indo-nesia) di Kantor YLBHI Yogyakarta, untuk meminta pembuatan UU khusus bagi perlindungan lesbian dan gay.
            Siti Musdah Mulia, kini melanjutkan dengan berusaha mendobrak ajaran asasi Islam mengenai seksualitas manusia. Entahlah, apa dia juga sudah jadi lesbong, atau baru ''karaoke'' (kanan-kiri oke). Yang jelas, dia menjadi pujaan Lia Aminudin. Lia si Ratu Eden yang mendekam di Rutan Pondok Bambu 4 lantaran bertingkah edan, pada April 2006 menggores ''Puisi untuk Siti Musdah Mulia''. Bunyinya antara lain: Keterangan-keteranganmu, alirkan niscaya hanya untuk keadilan beragama/ Bab-bab yang kautuliskan, hanya berisi ayat-ayat suci perdamaian/Aduhai Musdah, tiba-tiba kau menjadi sahabat kami /Tentu, Anda adalah rahmat bagiku.
Konflik yang terjadi pada LSM yang menaungi kaum LGBT sebenarnya juga berasal dari konflik batin yang ada di dalam diri mereka sendiri, seperti kasus mutilasi yang dilakukan oleh Feri Idham Ryansyah alias Ryan, 30. Saat ini, sosok Ryan sangat populer. Bahkan kepopulerannya melebihi seorang artis penyanyi atau sinetron. Hampir semua media elektronik ataupun media cetak memuat berita ini menjadi berita utama.
              Pemberitaan yang sangat santer tentang pembunuhan sadis secara mutilasi Ryan ini menimbulkan berbagai reaksi. Baik kalagan masyarakat umum ataupun kalangan gay. Sejumlah gay di Malang mengatakan, rangkaian pembunuhan yang dilakukan Ryan adalah murni kejahatan dan perampokan yang dilakukan perorangan. Terlepas komentar dan pendapat beberapa pakar yang bermunculan. Mulai dari psikolog, psikiater, staf ahli kepolisian hingga pakar ahli jiwa!!. Namun beberapa gay di Malang memiliki pendapat masing-masing yang berbeda. Pemberitaan kasus kejahatan Ryan tidak seharusnya dibelokkan pada orientasi seksual seseorang sebagai gay. Hampir semua pemberitaan yang muncul, justru isu homoseks dan orientasi seksuanya yang menguat, bukan tindak kejahatannya. Padahal kasus mutilasi bukan sekali ini saja ada. Pembunuhan dan mutilasi dapat dilakukan oleh siapa pun. Tidak memandang orientasi seksual, bisa hetero ataupun homoseksual. Banyak hal-hal yang salah yang ditulis wartawan, ataupun disampaikan oleh para pakar. Mereka hanya bisa menganalisi masalah ini dari satu sisi. Bahkan yang lebih parah lagi, mereka banyak memberikan gambaran dan pendapat yang salah tentang gay dan homoseksualitas”,tambah pria bertubuh subur ini. Kejahatan seperti pembunuhan dapat dilakukan siapa saja, tidak memandang latar sosial, ekonomi, psikologis, dan orientasi seksual apa pun. Malah sebenarnya para gay itu cenderung lebih lemah lembut, karena banyak yang secara fisik dan perilaku lebih feminin dari pria kebanyakan.
             Pemberitaan terhadap kasus Ryan justru menimbulkan kesan kalangan gay sangat rentan melakukan kekerasan yang sadis. Apalagi jika menyangkut masalah sikap posesif karena kalangan gay susah mendapatkan pasangan. Justru kalangan gay itu sangat mudah mendapatkan pasangan seks. Sifat mereka itu promiskus. Makanya mereka bergonta ganti pasangan seks dengan begitu mudahnya. Cuma memang kalo soal pasangan hidup, ada sebagian yang posesif. Itu bukan karena sulitnya mencari pasangan, tapi takut pasangannya selingkuh dengan yang lain.
            Bahwa rasa posesif kalangan gay itu bukan karena sulitnya mencari pasangan gay lain. Tetapi lebih pada takut digoda oleh gay yang lain. Apalagi hubugan dua cowok gay itu sangat rapuh, karena tidak ada pengesahan surat KUA, tidak ada anak dan keluarga besar yang biasanya menjadi penghalang putusnya atau cerainya pasangan. Ketika ada masalah, memang akan ada konflik antar pasangan gay. Namun hal itu wajar seperti layaknya dua pasangan yang berbeda pendapat. Selama ini dalam hubungan pribadi dengan pasangan saya, kekerasan selalu saya hindari saat menyelesaikan konflik. Meski ada kecemburuan atau kehadiran pihak ketiga. Memang diakui, ada beberapa tindakan kekerasan yang marak di kalangan gay. Tetapi itu lebih banyak dilakukan oleh person-person, yang tidak ada kaitannya dengan orientasi seksnya. Meski belakangan marak tidak kekerasan dilakukan oleh orang yang berpura-pura menjadi gay. Ada kalangan tertentu yang berusaha membuat tindakan kekerasan di kalangan gay. Biasanya mereka berpura-pura menjadi gay, atau kucing (pria penjaja seks bagi gay, red.). Umumnya yang jadi korban adalah pria biseks atau gay tertutup. Kejahatan di kalangan kucing ini bersifat temporer. Hal itu karena merasa ada kesempatan, sehingga mereka kadang suka memeras dan merampok kami. Dan susahnya, kejahatan ini seringkali tidak pernah terungkap. Karena kalau melapor ke polisi akan menjadi aib.
             Ancaman yang biasa dijadikan senjata adalah dengan cara diperas dan akan menyebarkan foto mereka saat kencan. Mereka menggunakan KTP atau no HP atau hal yang berhubungan dengan keluarga, dijadikan senjata untuk memeras korban. Jadi motif para kucing dalam memeras dan merampok ini persis seperti yang dilakukan Ryan. Namun diakui, bahwa sebagian besar aksi para kucing mengancam ini biasanya hanya gertak sambal belaka. Jika korban bertindak berani dan melawan tantangan itu, mereka akan luruh dengan sendirinya.
Kaum gay hendaknya tidak perlu takut terhadap gertakan dan ancaman para “gay jadi jadian” ini. Karena memang kejahatan ada dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.
Pada 1994 Isyu orientasi seksual kembali mewarnai perdebatan pada Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD, Kairo, Mesir), dan ditentang pihak pihak konservatif. Indonesia secara eksplisit menolak. Pada 1995 Isyu orientasi seksual, diperjuangkan oleh aktivis-aktivis lesbian, mencuat pada Konferensi Dunia tentang Perempuan ke-2 di Beijing, Tiongkok. Kembali pihak-pihak konservatif, termasuk Vatikan dan Iran, menentangnya. Indonesia juga termasuk yang menentang

 BAB V
PENUTUP

A.Kesimpulan
              GAYa NUSANTARA adalah lembaga sosial masyarakat yang khusus menaungi kaum gay. Lembaga ini terbentuk sebagai tempat bernaung kaum gay yang mayoritas akan terkucilkan dari masyarakat dan lembaga tersebut juga selalu melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh lembaga GAYa NUSANTARA (GN) diantaranya adalah memfasilitasi jasa layanan kesehatan bagi para kaum LGBT, mengadakan acara bedah buku, memutar film pendek sebagai pengetahuan bagi para kaum LGBT, membuat sebuah bulletin bulanan yang menampung setiap inspirasi, ide, cerita, puisi ataupun berbagai kisah yang menarik. Dari GN, semua informasi tentang kaum LGBT pun diperoleh.
              GAYa NUSANTARA COMMUNITY CENTRE (GNCC) dimaksudkan sebagai media untuk mewadahi berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh komunitas gay, lesbian, biseksual dan waria. Sebagai sebuah Community Centre, GNCC memang masih belum mampu menampung semua kegiatan kawan-kawan di komunitas ini. Namun sejauh ini GNCC masih cukup memadai untuk sebuah pertemuan kecil, kegiatan diskusi kelompok, bahkan beberapa kawan sempat memanfaatkan GNCC untuk latihan tari. Dengan berbagai keterbatasannya (terutama masalah ruangan), GNCC juga merupakan tempat yang cukup efektif untuk bertemu dan saling berkenalan antara kawan. Kegiatan utama di GNCC saat ini antara lain adalah:
1.PUSAT INFORMASI, yaitu pelayanan informasi seputar komunitas GLBT kepada semua kawan yang membutuhkannya. Informasi yang diberikan meliputi masalah Kesehatan Seksual (HIV-AIDS dan IMS), masalah Perkawanan dan berbagai informasi mengenai lokasi ngeber (cruising), acara-acara komunitas GLBT dan informasi-informasi lainnya yang berhasil kami himpun. Pelayanan informasi ini disampaikan melalui media telepon dan internet, selama jam kerja.
2.MEDIA KONSELING, yaitu pelayanan konsultasi, curhat ataupun sharing untuk masalah pribadi, dari, oleh dan untuk kawan gay, lesbian, biseksual dan transgender. Baik untuk masalah kesehatan fisik maupun kesehatan psikologis seperti masalah-masalah tentang asmara, seksualitas, jati diri dan sebagainya. Konseling GN dilayani melalui telepon (031) 709 701212 setiap hari pk. 15.00 s/d pk. 21.00 .
3.PENERBITAN MAJALAH GN. Gaya Nusantara menampung semua informasi, ide-ide dan kreativitas komunitas gay, lesbian, biseksual dan transgender, dan menerbitkannya melalui majalan GN setiap bulan.
             Dede Utomo, pria kelahiran Pasuruan 6 Desember ini bisa dikatakan sebagai 'Bapak Gay Indonesia', karena beliaulah orang pertama di Indonesia yang berani secara terbuka di depan umum mengakui orientasi seksualnya sebagai gay. Keinginannya agar kaum gay bisa diterima tanpa ada perbedaan di dalam masyarakat, membuat Pak Dede Utomo mendirikan GN. Melalui GN inilah, apa yang menjadi cita-cita dan keinginan Pak Dede untuk memajukan kamu gay di Indonesia berusaha direalisasikan. Meski sekarang ini Pak Dede semakin banyak kesibukan, namun GN tetap tidak ditinggalkannya, selalu ada waktu untuk GN. Penerima penghargaan internasional Felipa De Souza Award 1998 di New York ini, juga memberi kesempatan bagi gay-gay generasi baru untuk mengekspresikan potensi dirinya. Itu sebabnya penganut vegetarian ini sekarang memilih menjadi Dewan Pembina saja di GN dan menyerahkan posisi ketua GN kepada aktivis-aktivis yang lain. Di berbagai kesempatan, penulis buku 'Memberi Suara Pada Yang Bisu' ini, masih laris juga sebagai narasumber untuk kegitan-kegiatan seminar di bidang gender, kesehatan seksual, sosial maupun politik. Bukan cuma di Indonesia saja, namun juga di mancanegara.
           GAYa NUSANTARA berdiri bukan tanpa tujuan. Visi lembaga GAYa NUSANTARA adalah Terwujudnya tatanan sosial yang menerima dan menghargai hak-hak asasi manusia, keragaman seks, gender, seksualitas dan kesejahteraan seksual, atas dasar Kerelawanan, Demokrasi, Anti kekerasan, Independensi serta Keterbukaan. Sedangkan misi yang ingin dicapai oleh GAYa NUSANTARA adalah melakukan pendidikan dan penyadaran publik, menyediakan dan mengembangkan media untuk saling berkomunikasi, berdiskusi, dan berjaringan serta menyediakan pelayanan untuk kesejahteraan seksual yang optimal, aktualisasi diri dan kebebasan berekspresi dan membangun jaringan, memperkuat organisasi, dan bekerjasama dengan organisasi yang mempunyai tujuan serupa. Nilai-nilai dasar yang ada pada lembaga GAYa NUSANTARA adalah :
1. Kerelawanan: bekerja tanpa pamrih yang mengutamakan kepentingan dan tujuan organisasi sesuai visi dan misi.
2. Demokrasi: pengambilan keputusan yang terbuka, partisipatif dengan kemampuan menerima perbedaan dan kesetaraan.
3. Anti kekerasan: lebih mengutamakan dialog untuk mencapai kesepakatan dan berupaya sekuat mungkin untuk menghindari kekerasan secara phisik, psikis, sosial dan budaya sebagai bagian dari upaya penegakan HAM dan dan memerangi ketidak adilan.
4. Independensi: kebebasan untuk menentukan arah dan tujuan organisasi, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan pihak lain.
5. Keterbukaan: konsisten dan jujur dalam memberikan fakta dan informasi yang sesungguhnya sejauh untuk kepentingan dan tujuan organisasi serta visi dan misi.
Sebuah LSM yang ada di dalam maupun di luar negeri yang dikhususkan untuk kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) juga tidak dapat menghindari konflik yang terjadi. Seperti yang terjadi di New York, Amerika Serikat pada Juni 1969, berlangsung Huru-Hara Stonewall, ketika kaum waria dan gay melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar bernama Stonewall Inn. Peristiwa ini dianggap permulaan pergerakan gay yang terbuka dan militan di Barat, dan kini dirayakan dengan pawai dan acara-acara lain, termasuk di Israel, Amerika Latin, Jepang, Pilipina, India dan Indonesia.
B SARAN dan KRITIK
Demikian hasil laporan penelitian Gerakan Sosial di LSM GAYa NUSANTARA. Peneliti menyadari bahwa hasil laporan Gerakan Sosial ini jauh dari sempurna, maka daripada itu peneliti mohon kritik dan saran tersebut guna untuk memperbaiki hasil laporan penelitian selanjutnya.


LAMPIRAN

FIELD NOTE
(Catatan lapangan)


Tanggal : 30 Oktober 2008 Nama : Amar / L
Waktu : 17.00-18.00 WIB Umur : 27 Tahun
Tempat : LSM GAYa NUSANTARA Alamat : Jln. Mojo Kidul I
Jln. Mojo Kidul I/11 A Pendidikan : Lulusan SMA
Surabaya Pekerjaan : Anggota GN
Wawancara (In-depth Interview) tentang :
Awal mula menjadi anggota GAYa NUSANTARA

Catatan
        Subyek bernama Amar, pada saat kami hendak melakukan wawancara saat itu subyek sedang duduk santai di ruangan kantornya karena telah selesai bekerja. Awalnya pada saat kami datang subyek terlihat seperti kebingungan dan bersikap tidak bersahabat namun setelah kami utarakan dan kami jelaskan maksud kami subyek perlahan-lahan mulai bersikap ramah. Terlihat dari cara subyek menjawab beberapa pertanyaan kami, bahwa subyek merupakan pribadi yang tegas dan bersikap hati-hati dalam menjawab pertanyaan kami, namun lama kelamaan subyek mulai terbuka karena mungkin telah merasa nyaman dengan kedatangan kami.
            Subyek sudah bekerja di LSM Gaya Nusantara , dan subyek menjabat sebagai penanggung jawab relawan. Dalam melaksanakan tugasnya subyek bekerja dengan penuh tanggung jawab dan serius. Selain itu subjek bersedia menampung seluruh keluh kesah anggotanya, bahkan berani berjuang demi kemajuan anggota dan LSM yang menaunginya.
            Subyek mulai menjadi seorang transgender sejak, menurutnya sejak kecil ia suka dengan hal-hal yang feminim, suka bermain boneka, suka melihat hal-hal yang menurut kaum wanita pada umumnya lucu. Subyek juga lebih sering bermain dengan anak perempuan karena mereka lebih ramah dan tidak nakal. Selain itu subyek merasa lebih nyaman bila bermain dengan anak perempuan. Selain itu subyek rajin bila disuruh ibunya membantu memasak maupun menyapu.              Subyek merupakan anak terakhir dari empat bersaudara, dan merupakan anak laki-laki kedua. Dan jarak subyek dengan kakak-kakanya cukup jauh.
Saat kecil subyek merupakan pribadi yang tertutup baik terhadap keluarga maupun teman sebayanya. Bila ada suatu masalah subyek lebih suka menyimpanya sendiri. Dilingkungan rumahnyapun subyek jarang bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selain pendiam saat kecil juga subyek lemah lembut dan sering sakit. Sehingga ibu subyek selalu melarang subyek untuk bermain hal-hal yang dapat menguras tenaganya.
             Sikap subyek terhadap orang yang lebih tua selalu sopan dan hormat. Di sekolahpun subyek termasuk anak yang berprestasi, sehingga guru-guru dan temanya menghormatinya. Namun ada beberapa teman-teman laki-lakinya yang mengejeknya seperti cewek, namun subyek tidak sakit hati dan tidak menghiraukanya.Sikap seperti perempuan itu muncul sejak subyek kira-kira kelas II sekolah dasar dan hal itu berlanjut sampai sekarang. Subyek menyadari bahwa dirinya lebih pantas menjadi perempuan adalh waktu SMA namun saat itu subyek belum berani mengatkan hal itu terhadap keluarganya. Walaupun begitu sejak awal keluarganya telah curiga namun tetap mendiamkanya.
             Lama-kelamaan subyek mulai tertekan dengan kepribadianya yang cenderung seperti wanita tersebut dan akhirnya subyek menyampaikan apa yang dirasakannya kepada keluarganya itu. Mendengar hal itu ayahnya tentu saj sangat marah dan juga saudara-saudranya. Bahkan ibunyapun hampir pingsan. Setelah menyampaikan hal tersebut subyek meresa lega sekaligus menyesal karena meresa telah mengecewakan keluargnya dan keluarganya pun sempat mendiamkanya beberapa saat bahkan ayahnya sampai berkata tidak akn menganggap anak bila subyek tetap nekad bersikap seperti wanita, subyek merasa sangat bersalah karena telah mengecewakan keluarga yang telah menaruh harapan besar terhadapnya. Namun apa daya subyek menurut subyek, subyek tidak mampu melawan dorongan hatinya yang begitu kuat tersebut.

Surabaya / 30 Oktober / 2008
Pewawancara

Sinta lutfikasari

FIELD NOTE
(Catatan Lapangan)


Tanggal : 01 November 2008 Nama : David / L
Waktu : 14.00-15.00 WIB Umur : 43 TahunAlamat
Tempat : LSM GAYa NUSANTARA Alamat : Jemursari
Jln. Mojo Kidul I/11 A Pendidikan : Lulusan SMA
Surabaya Pekerjaan : Anggota GN

Catatan

           David adalah seorang pemuda yang berusia 43 tahun. David sudah mengecap asam garam kehidupan gay. David pernah patah hati, bahagia, terluka, dan kecewa dalam menjalin relasi gay. Dia berusaha mengambil hikmah dari setiap pengalaman karena dunia David memang ada di sini. Tetapi David kerap merasa gentar apabila dihadapkan pada nilai-nilai agama. David merasa banyak kekurangan. Aku ingin lebih mendekatkan diri pada Tuhan. David mendapatkan pendidikan agama dalam tradisi keluarga. Sejak kecil David dididik berdasarkan agama islam. Ibadah shalat, puasa dan mengkaji lekat dalam kehidupan sehari-hari. Sering pula David merasakan kontradiksi antara orientas seksual dan keyakinan yang David pegang. Agama islam mengecam perbuatan homoseksual. Tetapi, David tidak bisa menipu diri sendiri kalau David suka pada sesame jenis. Kadang David juga merasa sedih jika dia membaca certa tentang nabi luth. Bayang-bayang tentang dosa kadang menganggu juga.
          Dulu David sempat bingung tentang bagaimana harus bersikap dalam kondisi seperti ini. Apakah David harus meninggalkan agama atau David harus mengikuti kata hati David sendirI? Namun seiring berlalunya waktu, David mulai agak krits dalam melhat kenyataan. David tidak mau meleakkan diri sendiri sebagai manusia yang berdosa. David percaya Tuhan pasti punya rencana sendiri perihal orientasi seksual David sebaga gay. Dan soal dosa, biarlah Tuhan yang melihat. David sebagai manusia hanya menjalankan peran dalam hidup sebaiknya mungkin. Selama David bertindak positif dan tidak merugikan orang lain, tidak ada masalah seseorang itu gay atau heteroseksual. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, David berusaha menjaga keseimbangan antara pergaulan sosial, pergaulan gay dan hubungan David dengan Tuhan. Selain menjalin hubungan dengan kaum gay David juga terus menjaga ibadah agar tetap khusyuk. Jujur meski cukup dibekali pendidikan agama sejak kecil namun ibadah David acak-acakan.

Surabaya / 01 November / 2008
Pewawancara

Hestya Dwi A.

FIELD NOTE
(Catatan Lapangan)


Tanggal : 02 November 2008 Nama : Achmad Muchlas / L
Waktu : 09.00-11.00 WIB Umur : 42 tahun
Tempat : Cabang GAYa NUSANTARA Alamat : Jl. Aren No 02, PPI Gresik
Jln. Mojo Kidul I/11 A Pendidikan : Lulusan SMA
Surabaya Pekerjaan : Anggota GN

Catatan

            Achmad Muchlas alias Mamad adalah ketua kaum gay di Gresik. Saat ini beliau aktif sebagai pengurus di kantor GAYa NUSANTARA yang berada di Jln. Mojo Kidul I/11A. Di samping itu beliau bekerja di salon yang merupakan miliknya sendiri. Meskipun beliau memiliki kelainan seksual atau termasuk kaum gay, tapi beliau mengangkat seorang anak laki-laki yang saat ini telah berusia 19 tahun. Beliau bercerita bahwa anaknya tidak malu mengakui bahwa ayah angkatnya asalah seorang gay tetapi si anak hanya meminta agar ayahnya tidak melanggar perbuatan hukum dan amoral.
             Di salonnya beliau mempekerjakan pegawainya yang semuanya adalah gay. Ada sekitar 5 orang pegawai yang bekerja disana. Beliau mengatakan bahwa daripada para gay di Gresik melakukan perbuatan yang melanggar hukum maka dengan kemampuan yang beliau miliki, beliau merekrut pekerja yang umumnya seorang gay. Beliau merasa bertanggungjawab sebagai ketua kaum gay di kotaa Gresik untuk melindungi kaumnya. Beliau yakin sebenarnya mereka mempunyai kemampuan yang terpendam, hanya tinggal mengasah saja sehingga mereka dapat menjadi pekerja yang terampil.
              Menurut beliau LSM GAYa NUSANTARA (GN) tergabung dari individu-individu yang mempunyai kelainan seksual. Mereka mendirikan LSM GN agar mereka mempunyai badan hukum atau organisasi yang dapat menaungi mereka apabila mereka mendapatkan kucilan dari masyarakat. Kita sudah mengetahui bahwa rakyat Indonesia tentu saja masih belum mau secara terbuka menerima komunitas gay karena mayoritas masyarakat Indonesia merasa bahwa seorang gay adalah orang yang penuh dosa karena memiliki kelainan seksual. Bukan hanya gay saja tetapi lesbian dan juga waria.
             Sebenarnya tujuan didirkannya LSM GN itu sendiri mempunyai tujuan baik, yaitu menaungi para gay agar mereka mendapatkan perlindungan dan sosialisasi tentang macam-macam penyakit yang ditimbulkan jika kita berganti-ganti pasangan. Misalnya saja HIV AIDS.
Ternyata kota Gresik adalah tertinggi yang ke dua setelah Surabaya dalam masalah terinfeksi HIV AIDS. Tahun lalu kota Gresik berada pada urutan ke tiga setelah Malang. GN bermksud memberikan solusi bagi para kaum transeksual bagaimana berperilaku menyimpang tetapi aman dalam pemakaian kondom? Hampir 75 % kaum gay di kota Gresik terinfeksi HIV AIDS.

Surabaya / 02 November / 2008
Pewawancara

Dila Puspa J.

FIELD NOTE
(Catatan Lapangan)


Tanggal : 04 November 2008 Nama : Antok / L
Waktu : 14.00-15.00 WIB Umur : 40 tahun
Tempat : Cabang GAYa NUSANTARA Alamat : Jl. Pucang Anom
Jln. Mojo Kidul I/11 A Pendidikan : Lulusan SMA
Surabaya Pekerjaan : Anggota GN

Catatan

           Antok adalah seorang gay yang berasal dari Sidoarjo. Dia berfropesi sebagai pegawai negeri di daerah Sidoarjo. Dia sudah sejak lama menjadi anggota GAYa NUSANTARA. Dia menjadi seperti ini dikarenakan karena dia berkali-kali patah hati karena cewek, maka karena itu dia putus asa. Padahal dia berasal dari keluarga yang benar-benar taat pada agama. Pertamanya keluarganya benar-benar malu akan kelakukan antok yang menyukai sesama jenis. Karena merasa tidak berguna lagi, tadinya dia sempat ngdrop dengan kondisi seperti itu. Karena di saat-saat seperti itu dia membutuhkan dukungan penuh dari pihak keluarga. Tapi ternyata duungan yang dia nginkan tidak dia dapatkan. Tapi keadaan dia yang seperti itu tidak berlangsung lama. Dia menemukan teman yang senasib dengan dia dan akhirnya dia bergabung dengan teman-temannya dalam LSM GAYa NUSANTARA. Walaupun dia gay api dia menekankan bahwa kaum gay tidak selalu berhubungan dengan hal-hal yang negative. Kaum gay juga bias melakukan hal-hal yang positif.
            Kalau pada waktu weekend dia sering berkumpul dengan teman-teman sesame gay-nya di Pattaya. Pertama dia juga merasa malu dengan kelainannya, tapi karena dia menyakinin bahwa kelainannya itu bukan suatu hal dia inginkan. Menurutnya dia bergabung dengan LSM GN ini karena dia ingin mendapatkan mengakuan hukum karena di Indonesia sendiri belum ada pengakuan untuk orang-orang yang mempunyai kelainan yang seperti Antok alami. Antok berharap agar masyarakat di Indonesia seperti warga-warga negara di Negara yang maju seperti Amerika. Mereka mau menerima orang-orang seperti Antok.

Surabaya / 04 November / 2008
Pewawancara

Vivi Ngesti R.

DAFTAR PUSTAKA

- Ada juga tradisi psikoanalitik feminis Perancis yang kompleks yang didasarkan pada terjemahan feminis atas karya Jaeques Lacan tentang Freud; lihat Cixous, 1976, 1994; Irigaray, 1985a, b; Kurzweil, 1995.
- Lexy J. Moleong.2002. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Halaman 3.
- Mosse, 1996:63
- Ritzer. George, J. Douglas Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Hal 420-426
- Ritzer. George, J. Douglas Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Kencana Prenada Media Group. Jakarta 427-430
- www.gayanusantara.org
- www.google.com
- Tabloid GAYa NUSANTARA

Jumat, 31 Oktober 2008

GAYa NUSANTARA

Asal Mula Berdirinya GAYa NUSANTARA           
           Sosok lesbian, gay, atau waria masih kerap dilihat sebagai sosok yang aneh, weird. Banyak orang yang masih merasa jengah ataupun canggung untuk bergaul dan berakrab-akrab dengan para lesbian, gay atau waria yang berada di lingkungan masyarakat. Kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), memang berbeda dalam hal gender dan orientasi seksual. Kaum LGBT tersebut juga memperoleh sikap negatif dari masyarakat yang mengenal mereka. 
         Di mata agama manapun, relasi seksual yang dilakukan seorang LGBT masih banyak diyakini sebagai perbuatan dosa. Sementara di sisi lain, kita sebagai manusia juga tak bisa menghindari kenyataan diri sebagai individu dengan orientasi seksual ataupun identitas gender LGBT. Meskipun banyak kawan LGBT yang kemudian memisahkan soal orientasi seksual ataupun identitas gendernya dengan soal keyaknan religiusnya, banyak juga dari mereka yang terombang-ambing antara orientasi seksual ataupun identitas gendernya dengan keyakinan relgusnya. Maka dari itu dibentuklah sebuah lembaga yang khusus menaungi kaum LGBT. GAYa NUSANTARA adalah lembaga sosial masyarakat yang khusus menaungi kaum gay. Lembaga ini terbentuk sebagai tempat bernaung kaum gay yang mayoritas akan terkucilkan dari masyarakat dan lembaga tersebut juga selalu melakukan kegiatan-kegiatan sosial. 
       Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh lembaga GAYa NUSANTARA (GN) diantaranya adalah memfasilitasi jasa layanan kesehatan bagi para kaum LGBT, mengadakan acara bedah buku, memutar film pendek sebagai pengetahuan bagi para kaum LGBT, membuat sebuah bulletin bulanan yang menampung setiap inspirasi, ide, cerita, puisi ataupun berbagai kisah yang menarik. Dari GN, semua informasi tentang kaum LGBT pun diperoleh. 
           GAYa NUSANTARA berdiri bukan tanpa tujuan. Visi lembaga GAYa NUSANTARA adalah Terwujudnya tatanan sosial yang menerima dan menghargai hak-hak asasi manusia, keragaman seks, gender, seksualitas dan kesejahteraan seksual, atas dasar Kerelawanan, Demokrasi, Anti kekerasan, Independensi serta Keterbukaan. Sedangkan misi yang ingin dicapai oleh GAYa NUSANTARA adalah melakukan pendidikan dan penyadaran publik, menyediakan dan mengembangkan media untuk saling berkomunikasi, berdiskusi, dan berjaringan serta menyediakan pelayanan untuk kesejahteraan seksual yang optimal, aktualisasi diri dan kebebasan berekspresi dan membangun jaringan, memperkuat organisasi, dan bekerjasama dengan organisasi yang mempunyai tujuan serupa. Nilai-nilai dasar yang ada pada lembaga GAYa NUSANTARA adalah :
1. Kerelawanan: bekerja tanpa pamrih yang mengutamakan kepentingan dan tujuan organisasi         sesuai visi dan misi.
2. Demokrasi: pengambilan keputusan yang terbuka, partisipatif dengan kemampuan menerima      perbedaan dan kesetaraan.
3. Anti kekerasan: lebih mengutamakan dialog untuk mencapai kesepakatan dan berupaya               sekuat mungkin untuk menghindari kekerasan secara phisik, psikis, sosial dan budaya sebagai     bagian dari upaya penegakan HAM dan dan memerangi ketidak adilan.
4. Independensi: kebebasan untuk menentukan arah dan tujuan organisasi, tanpa dipengaruhi         oleh kepentingan-kepentingan pihak lain.
5. Keterbukaan: konsisten dan jujur dalam memberikan fakta dan informasi yang sesungguhnya     sejauh untuk kepentingan dan tujuan organisasi serta visi dan misi.
          Ke "KHAS" an GAYa NUSANTA adalah pelopor organisasi gay di Indonesia yang terbuka dan bangga akan jati dirinya serta tidak mempermasalahkan keragaman seks, gender dan seksualitas serta latar belakang lainnya.
Pendiri GAYa NUSANTARA
Dewan Pembina GN: DÉDÉ OETOMO
          Pria kelahiran Pasuruan 6 Desember ini bisa dikatakan sebagai 'Bapak Gay Indonesia', karena beliaulah orang pertama di Indonesia yang berani secara terbuka di depan umum mengakui orientasi seksualnya sebagai gay. Keinginannya agar kaum gay bisa diterima tanpa ada perbedaan di dalam masyarakat, membuat Pak Dede mendirikan GN. Melalui GN inilah, apa yang menjadi cita-cita dan keinginan Pak Dede untuk memajukan kamu gay di Indonesia berusaha direalisasikan. Meski sekarang ini Pak Dede semakin banyak kesibukan, namun GN tetap tidak ditinggalkannya, selalu ada waktu untuk GN. Penerima penghargaan internasional Felipa De Souza Award 1998 di New York ini, juga memberi kesempatan bagi gay-gay generasi baru untuk mengekspresikan potensi dirinya. Itu sebabnya penganut vegetarian ini sekarang memilih menjadi Dewan Pembina saja di GN dan menyerahkan posisi ketua GN kepada aktivis-aktivis yang lain. Di berbagai kesempatan, penulis buku 'Memberi Suara Pada Yang Bisu' ini, masih laris juga sebagai narasumber untuk kegitan-kegiatan seminar di bidang gender, kesehatan seksual, sosial maupun politik. Bukan cuma di Indonesia saja, namun juga di mancanegara.

FIELD NOTE

FIELD NOTE
(Catatan lapangan)

Nama : Amar (bukan nama sebenarnya)
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Mojo Kidul I
Pekerjaan : pegawai swasta

Peristiwa

          Subyek bernama Amar, pada saat kami hendak melakukan wawancara saat itu subyek sedang duduk santai di ruangan kantornya karena telah selesai bekerja. Awalnya pada saat kami datang subyek terlihat seperti kebingungan dan bersikap tidak bersahabat namun setelah kami utarakan dan kami jelaskan maksud kami subyek perlahan-lahan mulai bersikap ramah. Terlihat dari cara subyek menjawab beberapa pertanyaan kami, bahwa subyek merupakan pribadi yang tegas dan bersikap hati-hati dalam menjawab pertanyaan kami, namun lama kelamaan subyek mulai terbuka karena mungkin telah merasa nyaman dengan kedatangan kami.
          Subyek sudah bekerja di LSM Gaya Nusantara , dan subyek menjabat sebagai penanggung jawab relawan. Dalam melaksanakan tugasnya subyek bekerja dengan penuh tanggung jawab dan serius. Selain itu subjek bersedia menampung seluruh keluh kesah anggotanya, bahkan berani berjuang demi kemajuan anggota dan LSM yang menaunginya.
         Subyek mulai menjadi seorang transgender sejak, menurutnya sejak kecil ia suka dengan hal-hal yang feminim, suka bermain boneka, suka melihat hal-hal yang menurut kaum wanita pada umumnya lucu. Subyek juga lebih sering bermain dengan anak perempuan karena mereka lebih ramah dan tidak nakal. Selain itu subyek merasa lebih nyaman bila bermain dengan anak perempuan. Selain itu subyek rajin bila disuruh ibunya membantu memasak maupun menyapu. Subyek merupakan anak terakhir dari empat bersaudara, dan merupakan anak laki-laki kedua. Dan jarak subyek dengan kakak-kakanya cukup jauh.
         Saat kecil subyek merupakan pribadi yang tertutup baik terhadap keluarga maupun teman sebayanya. Bila ada suatu masalah subyek lebih suka menyimpanya sendiri. Dilingkungan rumahnyapun subyek jarang bergaul dengan teman-teman sebayanya. Selain pendiam saat kecil juga subyek lemah lembut dan sering sakit. Sehingga ibu subyek selalu melarang subyek untuk bermain hal-hal yang dapat menguras tenaganya.
         Sikap subyek terhadap orang yang lebih tua selalu sopan dan hormat. Di sekolahpun subyek termasuk anak yang berprestasi, sehingga guru-guru dan temanya menghormatinya. Namun ada beberapa teman-teman laki-lakinya yang mengejeknya seperti cewek, namun subyek tidak sakit hati dan tidak menghiraukanya.Sikap seperti perempuan itu muncul sejak subyek kira-kira kelas II sekolah dasar dan hal itu berlanjut sampai sekarang. Subyek menyadari bahwa dirinya lebih pantas menjadi perempuan adalh waktu SMA namun saat itu subyek belum berani mengatkan hal itu terhadap keluarganya. Walaupun begitu sejak awal keluarganya telah curiga namun tetap mendiamkanya.
         Lama-kelamaan subyek mulai tertekan dengan kepribadianya yang cenderung seperti wanita tersebut dan akhirnya subyek menyampaikan apa yang dirasakannya kepada keluarganya itu. Mendengar hal itu ayahnya tentu saj sangat marah dan juga saudara-saudranya. Bahkan ibunyapun hampir pingsan. Setelah menyampaikan hal tersebut subyek meresa lega sekaligus menyesal karena meresa telah mengecewakan keluargnya dan keluarganya pun sempat mendiamkanya beberapa saat bahkan ayahnya sampai berkata tidak akn menganggap anak bila subyek tetap nekad bersikap seperti wanita, subyek merasa sangat bersalah karena telah mengecewakan keluarga yang telah menaruh harapan besar terhadapnya. Namun apa daya subyek menurut subyek, subyek tidak mampu melawan dorongan hatinya yang begitu kuat tersebut.

Senin, 20 Oktober 2008

Kehidupan Kaum Gay Di Pandang Dari Status Sosial Di Masyarakat

Kehidupan Kaum Gay Di Pandang Dari Status Sosial Di Masyarakat
(Studi Kasus Kaum Gay di Yayasan GAYa NUSANTARA, Mojo Kidul, Suarabaya)
Usulan Perkuliahan Luar Kelas
Disusun sebagai tugas mata kuliah Gerakan Sosial
Nama Kelompok
1. Sinta Lutfikasari     /      064564003
2. Dila Puspa J.           /       064564004
3. Vivi Ngesti R.         /        064564009
4. Hestya Dwi A.        /         064564207
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2008
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang 
Pranata sosial yang kita masuki sebagai individu, sejak kita memasuki keluarga pada saat lahir, melalui pendidikan, kultur pemuda, dan ke dalam dunia kerja dan kesenangan, perkawinan dan kita mulai membentuk keluarga sendiri, memberi pesan yang jelas kepada kita bagaimana orang “normal” berperilaku sesuai dengan gendernya.1
Karena konstruksi sosial budaya gender, seorang laki-laki misalnya haruslah bersifat kuat, agresif, rasional, pintar, berani dan segala macam atribut kelelakian lain yang ditentukan oleh masyarakat tersebut, maka sejak seorang bayi laki-laki lahir, dia sudah langsung dibentuk untuk “menjadi’ seorang laki-laki, dan disesuaikan dengan atribut-atribut yang melekat pada dirinya itu. Demikian pula halnya dengan seorang perempuan yang karena dia lahir dengan jenis kelamin perempuan maka dia pun kemudian dibentuk untuk “menjadi” seorang perempuan sesuai dengan kriteria yang berlaku dalam suatu masyarakat dan budaya dimana dia lahir dan dibesarkan, misalnya bahwa karena dia dilahirkan sebagai seorang perempuan maka sudah menjadi “kodrat” pula bagi dia untuk menjadi sosok yang cantik, anggun, irrasional, emosional dan sebagainya.
Proses sosialisasi peran gender tersebut dilaksanakan melalui berbagai cara, dari mulai pembedaan pemilihan warna pakaian, accessories, permainan, perlakuan dan sebagainya yang kesemuanya diarahkan untuk mendukung dan memapankan proses pembentukan seseorang “menjadi” seorang laki-laki atau seorang perempuan sesuai dengan ketentuan sosial budaya setempat. 
Pembedaan identitas berdasarkan gender tersebut telah ada jauh sebelum seseorang itu lahir. Sehingga ketika pada akhirnya dia dilahirkan ke dunia ini, dia sudah langsung masuk ke dalam satu lingkungan yang menyambutnya dengan serangkaian tuntutan peran gender. Sehingga seseorang terpaksa menerima identitas gender yang sudah disiapkan untuknya dan menerimanya sebagai sesuatu hal yang benar, yang alami dan yang baik. Akibatnya jika terjadi penyimpangan terhadap peran gender yang sudah menjadi bagian dari landasan kultural masyarakat dimana dia hidup, maka masyarakat pun lantas menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang negatif bahkan mungkin sebagai penentang terhadap budaya yang selama ini sudah mapan. Dan sampai sejauh ini yang sering menjadi korban adalah kaum perempuan.
Lebih jauh, seksualitas dikaji tidak sepenuhnya ilmiah, bukan sebagai problem, yang perlu dicarikan solusinya, yang biasanya mengandung bias kepentingan dari pemegang kekuasaan. Seksualitas hanya dikaji secara medis dan psikologis yang sebagian besar hanya berdasarkan asas kenikmatan. Tentu saja hal ini mengakibatkan kesenjangan dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih kaya dan rumit. Kajian seksualitas umumnya hanya untuk memenuhi tuntutan asas manfaat (prokreasi, misalnya), atau untuk tujuan program keluarga berencana, penanggulangan IMS dan HIV/AIDS; hal ini dibuktikan dengan tarik-menarik kepentingan antara isu kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi. 
Adanya suatu lembaga sosial masyarakat yang menaungi sekumpulan orang yang dianggap mempunyai perilaku menyimpang di dalam masyarakat adalah untuk membela kepentingan sekelompok orang tersebut. Kegiatan yang dilakukan biasanya memberikan sosialisasi mengenai hal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai dari awal mula pembentukan lembaga sosial tersebut. Sebagai contoh Yayasan GAYa NUSANTARA, organisasi yang bergerak dalam penelitian dan pendidikan, penyadaran publik dan advokasi, penyediaan layanan kesehatan dan kesejahteraan seksual, dan pembangunan lembaga dan jaringan, dengan pemahaman akan keanekaragaman seks, gender dan seksualitas, menyelenggarakan Kursus Gender dan Seksualitas II dengan hibah (atau bekerjasama dengan) dari The Ford Foundation (2005-2006).
Tanggal 1 Maret 1982, organisasi gay terbuka pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia, berdiri, dengan sekretariat di Solo. Dalam waktu singkat terbentuklah cabang-cabangnya di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan tempat tempat lain. Terbit juga buletin G: gaya hidup ceria (1982-1984). Akibat dari munculnya organisasi Lambda Indonesia, di tahun1992, terjadi ledakan berdirinya organisasi-organisasi gay di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar. Juga di tahun 1993 Malang dan Ujungpandang menyusul.
Pada tahun-tahun selanjutnya, kaum gay makin banyak mendirikan organisasi dan komunitas, hanyasaja belum berani unjuk diri secara terang-terangan ke masyarakat Indonesia. Namun, akhir-akhir ini fakta itu bergeser. Pasalnya, acara-acara TV yang menampilkan sosok gay semakin banyak. Kebanyakan dari mereka muncul untuk “menginformasikan” kehidupan kaum gay kepada masyarakat.
 Kuatnya citra gender sebagai kodrat, yang melekat pada benak masyarakat, bukanlah merupakan akibat dari suatu proses sesaat melainkan telah melalui suatu proses dialektika, konstruksi sosial, yang dibentuk, diperkuat, disosialisasikan secara evolusional dalam jangka waktu yang lama, baik melalui ajaran-ajaran agama, negara, keluarga maupun budaya masyarakat, sehingga perlahan-lahan citra tersebut mempengaruhi masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan secara biologis dan psikologis.
Melalui proses sosialisasi, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan proses sosialisasi, seseorang “diharapkan” menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya, sehingga bisa menjadi manusia masyarakat dan “beradab”.
Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial. Sosialisasi menitikberatkan pada masalah individu dalam kelompok. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. (Soelaeman, 1998:109).

B.Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.Apakah tujuan semula didirikannya Yayasan GAYa NUSANTARA ? 
2.Bagaimana Yayasan GAYa NUSANTARA melakukan kegiatan ataupun gerakan sosial ?

C.Tujuan Penelitian
1.Untuk mengetahui tujuan semula didirikannya Yayasan GAYa NUSANTARA.
2.Untuk mengetahui kegiatan ataupun gerakan sosial yang dilakukan Yayasan GAYa NUSANTARA.

D.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain untuk memperkaya ilmu tentang gerakan sosial, mengaplikasikan teori – teori yang ada dalam mata kuliah gerakan sosial, serta melatih mahasiswa untuk mandiri serta bertanggungjawab dalam melaksanakan penelitian.

BAB II
KAJIAN TEORI
 Karena itu feminis liberal berdasarkan pada keyakinan bahwa (1) semua manusia mempunyai cirri essential tertentu kapasitas sebagai agen moral dan nalar dan aktualisasi diri; (2) pelaksanaan kapasitas ini dapat dijamin melalui pengakuan legal atas hak-hak universal; (3) ketimpangan antara laki-laki dan perempuan adalah diciptakan secara social (socially contructed), dan tidak ada dasarnya dalam “alam”; dan (4) perubahan social untuk kesetaraan dapat dicapai dengan mengajak public yang rasional dan dengan menggunakan Negara. Diskursus feminis kontemporer telah mengembangkan argument-argumen ini dengan memperkenalkan konsep gender sebagai cara untuk memahami semua cirri socially constructed dari ide-ide identitas kelamin dan dipakai untuk menghasilkan ketimpangan antara orang yang dianggap lelaki dan orang yang dianggap perempuan (misalnya, Lorber, 1994; Ferree, Lorber, dan Hess 1999). Ia juga memasukkan feminisme global yang menentang rasisme di masyarakat Atlantik Utara dan berjuang untuk “hak asasi perempuan” di mana-mana. Dan diskursus ini berlanjut dengan munculnya berbagai pernyataan fundamental dalam dokumen organisasi seperti national organization for womens statement of purpose dan Beijing Declaration; pernyataan-pernyataan organisasional ini bersandar pada teori kesetaraan manusia sebagai hak yang harus dihormati oleh negara-lokal, nasional, dan internasional. Argumen-argumen ini dimunculkan dalam perdebatan dalam soal hak politik atas kebebasan reproduksi (Bordo, 1993;Solinger, 1998), dalam debat dengan kalangan post-modernis tentang kemungkinan dan kegunaan perumusan prinsip hak-hak asasi (Green, 1995;Philips, 1993; Williams, 1991) dan dalam konsiderensi feminis terhadap karakter gender dari teori dan praktik demokrasi liberal (Haney, 1996, Hirschmann dan Di Stefano, 1996; Philips, 1993; Thistle, 2002).
 Penjelasan feminis liberal kontemporer tentang ketimpangan kemudia beralih ke keterkaitan dari empat faktor. Kontruksi sosial dari gender, devisi tenaga kerja gender, doktrin dan praktik ruang publik dan privat, serta ideologi patriarkis. Devisi seksual tenaga kerja dalam masyarakat modern membagi produksi dari segi gender dan ruang (sphere) yang disebut sebagai ruang “publik” dan “privat”; perempuan diberi tanggung jawab utama untuk ruang privat, sedangkan laki-laki diberi akses istimewa ke ruang publik (yang oleh feminis liberal dipandang sebagai lokus dari imbalan kehidupan sosial yang sesungguhnya- uang, kekuasaan, status, kebebasan, peluang untuk tumbuh dan berkembang). Fakta bahwa perempuan telah mendapatkan akses ke ruang publik tentu saja merupakan salah satu kemenangan gerakan perempuan-dan kemenangan feminisme liberal dan sosiologi feminis, karena fakta bahwa perempuan juga merasa mereka bisa meminta laki-laki membantu pekerjaan di ruang privat. Dua ruang ini secara konstan berinteraksi dalam kehidupan perempuan (dan lebih banyak ketimbang lelaki) dan kedua ruang itu masih dibentuk oleh ideologi patriarkis dan seksisme, yang juga pervasif di media massa kontemporer (Davis, 1997). Di lain pihak, perempuan menemukan pengalaman mereka dalam dunia publik pendidikan, kerja, politik meski ruang publik tersebut masih dibatasi oleh diskriminasi, marjinalisasi, dan pelecehan (Benokraitis, 1997; Gardner, 1995; Hagan dan Kay, 1995; Reskin dan Padovic, 1994; Ridgeway, 1997). Di lain pihak, di ruang privat, mereka mendapati diri mereka dalam ”ikatan waktu” saat mereka kembali dari kerja ke rumah untuk ”shift kedua”, kerja merawat anak dan rumah, sebuah ide yang dicangkokkan oleh ideologi keibuan (mothering) (Hays, 1996; Hochschild, 1989, 1997; Shelton, 2000). Tekanan pada kerja perempuan ini terjadi dengan cara interaksi yang kompleks-dan salah satu ciri teori feminis kontemporer adalah upayanya untuk memahami interaksi-interaksi tersebut. Kemampuan perempuan untuk bersaing dalam karir dan profesi dirintangi oleh tuntutan dari ruang privat (Waldfogel, 1997). Tuntutan dari ruang publik untuk “face time” dan komitmen total yang pada dasarnya bersifat patriarkis menambah.2
Feminisme Psikoanalisis. Feminisme Psikoanalisis kontemporer berupaya menerangkan sistem patriarki dengan menggunakan teori Freud dan pewaris intelektualnya (Benjamin, 1988; 1996; Chodorow, 1978, 1990, 1994, 1999; Dinnerstein, 1976; Langford, 1999).3 Teori-teori ini memetakan dan menekankan dinamika emosional kepribadian, emosi yang sering terpendam di bawah sadar yang telah dikatakan sebagai metode yang logis, objektifitas, berjarak, kontrol, ketiadaan pengaruh kini diinterpretasikan sebagai buatan dari kepribadian jenis kelamin. Begiti pula tema kultur populer seperti citra lelaki dominan atas wanita ditafsir ulang oleh teoritisi feminis psikoanalisis sebagai tanda kerusakan ketegangan yang diharuskan antara kebutuhan individuasi dan kebutuhan penghargaan (Benjamin, 1985, 1988; Brennan, 1994; Chancer, 1992). Bila kerusakan ini tercapai dalam kultur atau kepribadian, akan menimbulkan dua jenis patologi yang cukup hebat. Dominator yang terlalu individualis yang hanya “mengakui” orang lain melalui tindakan kontrol, dan subordinat yang terlalu tidak individualis yang melepaskan tindakan bebas hanya untuk mendapatkan identitas sebagai cerminan dari dominator tersebut.4
Teori Gender
 Oleh karena gender merupakan suatu istilah yang dikonstruksi secara sosial dan kultural untuk jangka waktu yang lama, yang disosialisasikan secara turun temurun maka pengertian yang baku tentang konsep gender ini pun belum ada sampai saat ini, sebab pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan hubungan gender dimaknai secara berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dari satu budaya ke budaya lain dan dari waktu ke waktu. Meskipun demikian upaya untuk mendefinisikan konsep gender tetap dilakukan dan salah satu definisi gender telah dikemukakan oleh Joan Scoot, seorang sejarahwan, sebagai “a constitutive element of social relationships based on perceived differences between the sexes, and…a primary way of signifying relationships of power.” (1986:1067)
 Sebagai contoh dari perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika dikatakan bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk oleh manusia. 
 Gender bisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah, identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki. 
 Disinilah kesalahan pemahaman akan konsep gender seringkali muncul, dimana orang sering memahami konsep gender yang merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”, sebagai sesuatu hal yang sudah melekat pada diri seseorang, tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Padahal kodrat itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain berarti “sifat asli; sifat bawaan”. Dengan demikian gender yang dibentuk dan terbentuk sepanjang hidup seseorang oleh pranata-pranata sosial budaya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi bukanlah bukanlah kodrat. 

BAB III 
METODE PENELITIAN
Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.5 Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dan utuh mengenai gay hidup seorang gelandangan.
 Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yakni peneliti berusaha memahami makna dari peristiwa atau fenomena yang terjadi dalam masyarakat dan suatu hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Untuk memahami apa dan bagaiamana suatu peristiwa tersebut dapat tumbuh dan berkembang dalam dunia sosial. Tujuan fenomenologi adalah untuk dapat mengambarkan perilaku-perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupannya.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
 Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 1-2, 8-9 dan15-16 November 2008. Alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut karena selain memenuhi syarat sebagai obyek penelitian, juga karena mudah dijangkau dalam segi waktu dan biaya. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Jl. Mojo Kidul I/11 A Surabaya.
C. Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah kaum gay yang ada di Yayasan GAYa NUSANTARA.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara in-depth interview. Pengamatan dilakukan dengan mengamati gay hidup gelandangan di pasar citra niaga jombang.
 Peneliti terlebih dulu melakukan getting in untuk menyesuaikan diri dengan subjek penelitian dan agar lebih akrab dengan subjek penelitian Hal ini dimaksudkan agar subjek penelitian dapat mengungkap secara bebas tentang apa yang diketahuinya. Peneliti melakukan wawancara secara mendalam agar informasi yang diberikan subjek penelitian tetap relevan dengan topik penelitian. namun peneliti tetap mengikuti alur pembicaraan dari subjek peneliti dangan menafsirkan ucapannya, sehingga data yang diperoleh lengkap dan mendalam.
 Peneliti menggali informasi pertama kali dari orang-orang yang berjualan di pasar dan tingga disitu, karena dari pihak inilah peneliti mendapatkan informasi pertama kali. Peneliti berusaha mengali informasi sedalam mungkin tentang kondisi lokasi penelitian, sedangkan data in-depth interview yang dikumpulkan berupa jawaban-jawaban, ucapan-ucapan ataupun perilaku ataupun fenomena yang nampak, kemudian memahami artinya secara mendalam dan dicatat dalm field note.

E. Teknik Analisis Data
 Analisis Data merupakan mengatur, mengorganisasikanya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian data. Langkah pertama pengolahan data adalah data yang telah terkumpul baik data observasi maupun data wawancara kemudian dipilah-pilah untuk menentukan data mana yang akan digunakan. Kedua, mengkategorikan data-data yang telah dipilah untuk digunakan dalam setiap bahasan. Ketiga, melakukan reduksi data, yaitu dengan membuat rangkuman dari hasil observasi dan wawancara. Keempat, data yang telah dikategorikan kemudian dianalisis dengan teori yang telah disusun pada bab II.

Senin, 15 September 2008